BANK UMUM BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DAN LEMBAGA KEUANGAN

 SYARIAH PRINCIPLES COMMERCIAL BANKS AND FINANCIAL INSTITUTIONS









A.    Latar Belakang


Pada dasarnya tujuan pembangunan nasional adalah untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana ditentukan dalam alinea ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Sehingga untuk mencapai tujuan masyarakat adil dan makmur tersebut berbagai upaya telah dilakukan oleh semua pihak termasuk perbankan nasional. Kemunduran ekonomi kapitalis yang menerapkan asas pasar bebas dan ekonomi sosialis dengan kontrol negara dalam perekonomian secara terpusat, merupakan titik pijak bagi perkembangan ekonomi syariah. Asas yang dikedepankan adalah kesetaraan hak dan kewajiban. Pilar utama perekonomian syariah adalah perbankan syariah.


Perbankan konvensional ataupun syariah dalam operasionalnya adalah suatu lembaga yang melaksanakan tiga fungsional utama yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang. Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank Muamalat sebagai bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan sistem ini ditengah menjamurnya bank konvensional dan banyak dilikiudasi karena kegagalan sistem bunganya. Sementara perbankan yang menerapkan sistem syariah dapat tetap eksis dan mampu bertahan.

 

Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi, pembiayaan perbankan syariah juga mengalami peningkatan tajam. Kualitas pembiayaan syariah juga menunjukkan kinerja yang membaik dengan ditunjukkan oleh membesarnya porsi pembiayaan bagi hasil yaitu mudharabah dan musyarakah. Langkah strategis pengembangan perbankan syariah yang telah di upayakan adalah pemberian izin kepada bank umum konvensional untuk membuka kantor cabang Unit Usaha Syariah (UUS) atau konversi sebuah bank konvensional menjadi bank syariah. Satu perkembangan lain perbankan syariah di Indonesia pascareformasi adalah diperkenankannya konverensi cabang bank umum konvensional menjadi cabang syariah.




PEMBAHASAN


A.    Sejarah Perbankan Syariah DiIndonesia

Deregulasi perbankan dimulai sejak tahun 1983. Pada tahun tersebut, BI memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menetapkan suku bunga. Pemerintah berharap dengan kebijakan deregulasi perbankan maka akan tercipta kondisi dunia perbankan yang lebih efisien dan kuat dalam menopang perekonomian.  Pada tahun 1983 tersebut pemerintah Indonesia pernah berencana menerapkan "sistem bagi hasil" dalam perkreditan yang merupakan konsep dari perbankan syariah.

Pada tahun 1988, Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Deregulasi Perbankan 1988 (Pakto 88) yang membuka kesempatan seluas-luasnya kepada bisnis perbankan harus dibuka seluas-luasnya untuk menunjang pembangunan (liberalisasi sistem perbankan).  Meskipun lebih banyak bank konvensional yang berdiri, beberapa usaha-usah perbankan yang bersifat daerah yang berasaskan syariah juga mulai bermunculan.

Inisiatif pendirian bank Islam Indoensia dimulai pada tahun 1980 melalui diskusi-diskusi bertemakan bank Islam sebagai pilar ekonomi Islam.  Sebagai uji coba, gagasan perbankan Islam dipraktekkan dalam skala yang relatif terbatas di antaranya di Bandung (Bait At-Tamwil Salman ITB) dan di Jakarta (Koperasi Ridho Gusti). 


Tahun 1990, Majelis Ulama Indonesia (MUI) membentuk kelompok kerja untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia. Pada tanggal 18 – 20 Agustus 1990, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI di Jakarta 22 – 25 Agustus 1990, yang menghasilkan amanat bagi pembentukan kelompok kerja pendirian bank Islam di Indonesia. Kelompok kerja dimaksud disebut Tim Perbankan MUI dengan diberi tugas untuk melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak yang terkait. 


Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut adalah berdirilah bank syariah pertama di Indonesia yaitu PT Bank Muamalat Indonesia (BMI), yang sesuai akte pendiriannya, berdiri pada tanggal 1 Nopember 1991. Sejak tanggal 1 Mei 1992, BMI resmi beroperasi dengan modal awal sebesar Rp 106.126.382.000,-

Pada awal masa operasinya, keberadaan bank syariah belumlah memperolehperhatian yang optimal dalam tatanan sektor perbankan nasional. Landasanhukum operasi bank yang menggunakan sistem syariah, saat itu hanya diakomodir dalam salah satu ayat tentang "bank dengan sistem bagi hasil"pada UU No. 7 Tahun 1992; tanpa rincianlandasan hukum syariah serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan. 



Pada tahun 1998, pemerintah dan DewanPerwakilan Rakyat melakukan penyempurnaan UU No. 7/1992 tersebutmenjadi UU No. 10 Tahun 1998, yang secara tegas menjelaskan bahwaterdapat dua sistem dalam perbankan di tanah air (dual banking system),yaitu sistem perbankan konvensional dan sistem perbankan syariah. Peluang ini disambut hangat masyarakat perbankan, yang ditandai dengan berdirinya beberapa Bank Islam lain, yakni Bank IFI, Bank Syariah Mandiri, Bank Niaga, Bank BTN, Bank Mega, Bank BRI, Bank Bukopin, BPD Jabar dan BPD Aceh dll.

Pengesahan beberapa produk perundangan yang memberikan kepastian hukum dan meningkatkan aktivitas pasar keuangan syariah, seperti: (i) UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah; (ii) UU No.19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (sukuk); dan (iii) UU No.42 tahun 2009 tentang Amandemen Ketiga UU No.8 tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa.  Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. 


Dengan progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan.Lahirnya UU Perbankan Syariah mendorong peningkatan jumlah BUS dari sebanyak 5 BUS menjadi 11 BUS dalam kurun waktu kurang dari dua tahun (2009-2010).



Sejak mulai dikembangkannya sistem perbankan syariah di Indonesia, dalam dua dekade pengembangan keuangan syariah nasional, sudah banyak pencapaian kemajuan, baik dari aspek lembagaan dan infrastruktur penunjang, perangkat regulasi dan sistem pengawasan, maupun awareness dan literasi masyarakat terhadap layanan jasa keuangan syariah. Sistem keuangan syariah kita menjadi salah satu sistem terbaik dan terlengkap yang diakui secara internasional.  Per Juni 2015, industri perbankan syariah terdiri dari 12 Bank Umum Syariah, 22 Unit Usaha Syariah yang dimiliki oleh Bank Umum Konvensional dan 162 BPRS dengan total aset sebesar Rp. 273,494 Triliun dengan pangsa pasar 4,61%. Khusus untuk wilayah Provinsi DKI Jakarta, total aset gross, pembiayaan, dan Dana Pihak Ketiga(BUS dan UUS) masing-masing sebesar Rp. 201,397 Triliun, Rp. 85,410 Triliun dan Rp. 110,509 Triliun.



Pada akhir tahun 2013, fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan berpindah dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan. Maka pengawasan dan pengaturan perbankan syariah juga beralih ke OJK. OJK selaku otoritas sektor jasa keuangan terus menyempurnakan visi dan strategi kebijakan pengembangan sektor keuangan syariah yang telah tertuang dalam Roadmap Perbankan Syariah Indonesia 2015-2019 yang dilaunching pada Pasar Rakyat Syariah 2014.  Roadmap ini diharapkan menjadi  panduan arah pengembangan yang berisi insiatif-inisiatif strategis untuk mencapai sasaran pengembangan yang ditetapkan.

 


 

 

B.    Pengertian Bank Syariah


    Bank syariah, yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi hasil.

Prinsip utama operasional bank yang berdasarkan prinsip syariah adalah hukum islam yang bersumber dari Al Qur’an dan Al Hadist. Kegiatan operasional bank harus memperhatikan perintah dan larangan dalam Al Qur’an dan Sunah Rasul Muhammad SAW. Larangan terutama berkaitan dengan kegiatan bank yang dapat diklasifikasikan sebagai riba.

 

C.    Prinsip Dasar Operasional Bank

1.         Prinsip Mudharabah

Merupakan Perjanjian antara dua pihak dimana pihak pertama sebagai pemilik dana (sahibul maal) dan pihak kedua sebagai pengelola dana (mudharib) untuk mengelola suatu kegiatan ekonomi dengan menyepakati nisbah bagi hasil atas keuntungan yang akan diperoleh, sedangkan kerugian yang timbul adalah risiko pemilik dana kecualimudharib melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian. Berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada mudharib maka mudharabahdibedakan menjadi : 

·       Mudharabah muqayyaddah, dimana arahan investasi ditentukan oleh pemilik dana sedangkan mudharib bertindak sebagai pelaksana/pengelola.

·       Mudharabah mutlaqah, dimana mudharib diberikan kewenangan sepenuhnya untuk menentukan pilihan investasi yang dikehendaki,

 

2.         Prinsip Musyarakah

Merupakan akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk lebih suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.


Jenis dari akad musyarakah ini ada dua :

  1.  musyarakah pemilikan dan
  2.  musyarakah kontrak.  

 

3.         Prinsip Wadi’ah(Simpanan Murni)

AL-WADI’AH merupakan fasilitas yang diberikan oleh Bank Syariah untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang mempunyai dana lebih untuk menyimpan dananya dalam bentuk Al-Wadi’ah. Fasillitas ini biasanya diberikan untuk tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya tabungan dan deposito. Dalam dunia perbankan konvensional konsep Al-Wadi’ah identik dengan Giro.





Adapun beberapa istiah yaitu :

    1.   Penerima sim­panan disebut yad al-amanah yang artinya tangan amanah. Si pe­nyimpan tidak bertanggung jawab atas segala kehilangan dan keru­sakan yang terjadi pada titipan selama hal itu bukan akibat dari kela­laian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam memelihara barang titipan.
    2. Penggunaan uang titipan harus terlebih dulu meminta izin kepada si pemilik uang dan dengan catatan si pengguna uang menjamin akan mengembalikan uang ter­sebut secara utuh. Dengan demikian prinsip yad al-amanah (tangan amanah) menjadi yad adh-dhamanah (tangan penanggung).
    3. Konsekuensi dari diterapkannya prinsip yad adh-dhamanah pihak bank akan menerima seluruh keuntungan dari penggunaan uang, namun sebaliknya bila mengalami kerugian juga harus ditanggung oleh bank.
    4. Sebagai imbalan kepada pemilik dana disamping jaminan keamanan uangnya juga akan memperoleh fasilitas lainnya seperti insentif atau bonus untuk giro wadiah. Artinya bank tidak di­larang untuk memberikan jasa atas pemakaian uangnya berupa in­sentif atau bonus, dengan catatan tanpa perjanjian terlebih dulu baik nominal maupun persentase dan ini murni merupakan kebijakan bank sebagai pengguna uang. Pemberian jasa berupa insentif atau bonus biasanya digunakan istilah nisbah atau bagi hasil antara bank dengan nasabah. Bonus biasanya diberikan kepada nasabah yang memiliki dana rata-rata minimal yang telah ditetapkan.
    5. Dalam praktiknya nisbah antara bank (shahibul maal) dengan deposan(mudharib) biasanya bonus untuk giro wadiah sebesar 30%, nisbah 40%:60% untuk simpanan tabungan dan nisbah 45%:55% untuk simpanan deposito.



 

Adalah titipan dimana pihak pertama menitipkan dana atau benda kepada pihak kedua selaku penerima titipan dengan konsekuensi titipan tersebut sewaktu-waktu dapat diambil kembali, dimana penitip dapat dikenakan biaya penitipan.Berdasarkan kewenangan yang diberikan maka wadiah dibedakan menjadi : 

      1. Wadi’ah yad dhamanah, yang berarti penerima titipan berhak mempergunakan dana/barang titipan untuk didayagunakan tanpa ada kewajiban penerima titipan untuk memberikan imbalan kepada penitip dengan tetap pada kesepakatan dapat diambil setiap saat diperlukan, contoh Giro, Tabungan, Deposito.
      2. Wadi’ah Amanah tidak memberikan kewenangan kepada penerima titipan untuk mendayagunakan barang/dana yang dititipkan, contoh Safe Deposite Box (SDB).

 

1.         Prinsip At-Tijarah (Jual Beli)

AT-TIJARAH merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli dimana bank akan memberi terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah beli ditambah keuntungan (margin).Prinsip At-Tijarah terdiri dari:

 

 

ΓΌ  Bai’al Murabahah

Akad jual beli antara dua belah pihak dimana pembeli dan penjual menyepakati harga jual yang terdiri dari harga beli ditambah ongkos pembelian dan keuntungan bagi penjual. Nasabah membayar harga barang pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.

ΓΌ  Bai’ as-Salam

Pembelian barang dengan pembayaran dimuka dan barang diserahkan kemudian

 

ΓΌ  Bai’ al-Ishtisna

Merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepaati dan menjualnya kepada pembeli akhir.

 

A.    Bank Muamalat dan Lembaga Keuangan

Bank muamalat atau bank Islam ialah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah Islam sedangkan lembaga keuangan dapat dikatakan sebagai badan usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk asset keuangan atau tagihan (claim) serta asset non finansial atau asset riil dan memberikan pelayanan jasa dalam bentuk skim tabungan (depositori), proteksi asuransi, program pensiun, dan penyediaan sistem pembayaran melalui mekanisme transfer dana.

Jika dilihat dari dua pengertian diatas, antara lembaga keuangan dengan bank muamalat memiliki persamaan yaitu sebagai badan usaha yang bergerak dalam bidang pengelolaan keuangan dan pendanaan maupun investasi. Pernyataan ini diperkuat juga oleh Peraturan Pemerintah No. 70 tahun 1992, tentang perubahan lembaga keuangan bukan bank (LKBB) menjadi bank umum. Bank umum menurut UU No. 7 Tahun 1992.

 

Bank muamalat memiliki fungsi yang sama dengan bank umum. Fungsi-fungsi bank umum sebagaimana yang dimaksud antara lain:

  • Menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang lebih efisien dalam kegiatan ekonomi. 
  • Bank wajib menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang lebih efisien kepada nasabahnya, seperti penyediaan fasilitas kartu kredit, ATM, serta mekanisme jasa kliring dan inkaso. 
  • Menciptakan uang. Menciptakan uang yang dimaksud bukanlah seperti fungsi pada bank Indonesia. Menciptakan uang dalam hal ini ialah bagaimana bank muamalat dalam kegiatan operasionalnya seperti bank konvensional, dapat memberikan perolehan hasil secara maksimal. Perolehan hasil ini merupakan balas jasa (keuntungan) yang diterima dalam bentuk uang, yang dapat digunakan kembali untuk memperlancar kegiatan operasional bank atau disimpan sebagai cadangan modal. Menghimpun dana serta menyalurkannya kemasyarakat. 

 

B.    Struktur Perbankan Syariah



Berdasarkan Kegiatannya Bank Syariah dibedakan menjadi Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.


1.)    Bank Umum Syariah Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Kegiatan usaha Bank Umum Syariah meliputi:

1.     menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi'ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

2.     menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

3.     menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

4.     menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam, Akad istishna', atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

5.     menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

6.     menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

7.     melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

8.     melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;

9.     membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain, seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah;

10.   membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia;

11.   menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah;

12.   melakukan Penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu Akad yang berdasarkan Prinsip Syariah;

13.   menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah;

14.   memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;

15.   melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan Akad wakalah;

16.   memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip Syariah; dan

17.   melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 




2.)    Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah.


Kegiatan usaha UUS meliputi:

 

1.     menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi'ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

2.     menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

3.     menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

4.     menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam, Akad istishna', atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

5.     menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

6.     menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

7.     melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah

8.     melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;

9.     membeli dan menjual surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain, seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah;

10.   membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia;

11.   menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah;

12.   menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah;

13.   memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;

14.   memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip Syariah; dan

15.  melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 





3.) Bank Pembiayaan Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Kegiatan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah meliputi:

    a) menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk:

·       Simpanan berupa Tabungan atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi'ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; dan

·       Investasi berupa Deposito atau Tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

    b) menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk:

·       Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah atau musyarakah;

·       Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, salam, atau istishna';

·       Pembiayaan berdasarkan Akad qardh;

·       Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; dan

·       pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah;

c) menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan Akad wadi'ah atau Investasi berdasarkan Akad mudharabah dan/atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

d) memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang ada di Bank Umum Syariah, Bank Umum Konvensional, dan UUS; dan

e) menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syariah lainnya yang sesuai dengan Prinsip Syariah berdasarkan persetujuan Bank Indonesia (sekarang OJK).



F. Dewan Pengawas Syariah (DPS)

Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS maupun BPRS. Dewan Pengawas Syariah(DPS) diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia. Dewan Pengawas Syariah bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah. 

Tugas dan tanggung jawab DPS secara rinci meliputi :

1.     menilai dan memastikan pemenuhan Prinsip Syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan Bank;

2.     mengawasi proses pengembangan produk baru Bank;

3.     meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional untuk produk baru Bank yang belum ada fatwanya;

4.     melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip syariah terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank; dan

5.     meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan kerja Bank dalam rangka pelaksanaan  tugasnya.

Untuk menjadi DPS pemohon wajib memenuhi syarat–syarat menjadi Anggota DPS:

1.     Integritas, yang paling kurang mencakup:

1.     memiliki akhlak dan moral yang baik;

2.     memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perbankan syariah dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku;

3.     memiliki komitmen terhadap pengembangan Bank yang sehat dan tangguh (sustainable); dan

4.     tidak termasuk dalam Daftar Tidak Lulus sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (sekarang OJK).

2.     Kompetensi, yang paling kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang syariah mu'amalah dan pengetahuan di bidang perbankan dan/atau keuangan secara umum; dan

3.     Reputasi keuangan, yang paling kurang mencakup:

1.     tidak termasuk dalam daftar kredit macet; dan

2.     tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, atau anggota Direksi yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, dalam waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum dicalonkan.



G.    Produk Penghimpunan Dana (Funding Product) 

Produk-produk penghimpunan dana PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk adalah sebagai berikut: 

a. Tabungan Ummat – Ummat Saving 

Merupakan investasi tabungan dengan akad mudharabah di counter PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk di seluruh Indonesia maupun di Gerai Muamalat yang penarikannya dapat dilakukan di seluruh counter PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk, ATM Muamalat, jaringan ATM BCA/PRIMA, dan jaringan ATM Bersama. Tabungan Ummat dengan kartu Muamalat juga berfungsi sebagai akses debit di seluruh merchant debit BCA/PRIMA di seluruh Indonesia. Nasabah memperoleh bagi hasil yang berasal dari            pendapatan      bank    atas      dana    tersebut. 



b. Tabungan Arafah – Arafah Saving 

Merupakan tabungan yang dimaksudkan untuk mewujudkan niat nasabah untuk menunaikan ibadah haji. Produk ini akan membantu nasabah untuk merencanakan ibadah haji sesuai dengan kemampuan dan waktu pelaksanaan yang diinginkan. Dengan fasilitas asuransi jiwa, insya Allah pelaksanaan ibadah haji tetap terjamin. Dengan keistimewaan tersebut, nasabah Tabungan Arafah bisa memilih jadwal waktu keberangkatannya sendiri dengan setoran tetap setiap bulan, keberangkatan nasabah terjamin dengan nasabah asuransi jiwa. 

Apabila penabung meninggal dunia, maka ahli waris dapat berangkat. Tabungan haji Arafah juga dapat menjamin nasabah untuk mendapatkan porsi keberangkatan (sesuai dengan ketentuan Departemen Agama) dengan jumlah dana Rp. 20 juta, karena PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk telah on line dengan siskohat Departemen Agama Republik Indonesia. Tabungan haji Arafah memberikan keamanan lahir bathin karena dana yang disimpan akan dikelola secara syariah. 

c. Deposito Mudharabah – Mudharabah Deposit 

Merupakan jenis investasi bagi nasabah perorangan dan badan hukum dengan bagi hasil yang menarik. Simpanan dana ini akan dikelola melalui pembiayaan kepada sektor riil yang halal dan baik saja, sehingga memberikan bagi hasil yang halal. Tersedia dalam jangka waktu 1, 3, 6 dan 12 bulan. 

d. Deposito Fulinves – Fulinves Deposit

Merupakan jenis investasi yang dikhususkan bagi nasabah perorangan, dengan jangka waktu 6 dan 12 bulan dengan nilai nominal Rp. 2.000.000;atau senilai USD 500 dengan fasilitas asuransi jiwa yang dapat diperpanjang secara otomatis (automatic roll over) dan dapat dipergunakan sebagai jaminan pembiayaan atau untuk referensi PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Nasabah memperoleh bagi hasil yang menarik setiap bulan.

e. Giro Wadi`ah – Wadi`ah Current Account 

Merupakan titipan dana pihak ketiga berupa simpanan giro yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet, giro, dan pemindahbukuan. Diperuntukkan bagi nasabah pribadi maupun perusahaan untuk mendukung aktivitas usaha. Dengan fasilitas kartu ATM dan Debit, tarik tunai bebas biaya di lebih dari 8.888 jaringan ATM BCA/PRIMA dan ATM Bersama, akses di lebih dari 18.000 merchant Debit BCA/PRIMA dan fasilitas SalaMuamalat (Phone Banking 24 jam untuk layanan otomatis cek saldo, informasi histori transaksi, transfer antar rekening sampai dengan Rp. 50 juta dan berbagaipembayaran). 

f. Dana Pensiun Muamalat – Muamalat Pension Fund 

Dana Pensiun Muamalat dapat diikuti oleh mereka berusia minimal 18 tahun, atau sudah menikah, dan pilihan usia pensiun 45-46 tahun dengan iuran yang sangat terjangkau, yaitu minimal Rp. 20.000; perbulan dan pembayarannya dapat di debet secara otomatis dari rekening PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk atau dapat di transfer dari bank lain. Pesertajuga dapat mengikuti program WASIAT UMMAT, dimana selama masa kepesertaan, peserta dilindungi asuransi jiwa sebesar nilai tertentu dengan premi tertentu. Dengan asuransi ini, keluarga peserta memperoleh dana pensiun sebesar yang diproyeksikan sejak awal jika peserta meninggal dunia sebelum memasuki masa pensiun. 

g. Shar-e 

Shar-e adalah tabungan instan investasi syariah yang memadukan kemudahan akses ATM, Debit dan Phone Banking dalam satu kartu dan dapat dibeli di kantor pos di seluruh Indonesia. Hanya dengan Rp. 125.000; langsung dapat diperoleh satu paket kartu Shar-e dengan saldo awal tabungan Rp. 100.000; sebagai sarana menabung dan berinvestasi di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Shar-e dapat dibeli di kantor pos. Diinvestasikan hanya untuk usaha halal dengan bagi hasil kompetitif. Tarik tunai bebas biaya di lebih dari 8.888 jaringan ATM BCA/PRIMA dan ATM Bersama, akses di lebih dari 18.000 merchant debit BCA/PRIMA dan fasilitas SalaMuamalat. (Phone banking 24 jam untuk layanan otomatis cek saldo, informasi histori transaksi, transfer antar rekening sampai dengan Rp. 50 juta dan berbagai pembayaran).






H.    HUKUM  Berdasarkan Usaha dari  Bank Muamalat

Di Indonesia, keberadaan bank muamalat sudah ada sejak pertengahan tahun 1992, tepatnya setelah disahkannya UU No. 7 Tahun 1992 sebagai dasar hukum, yang kemudian berubah menjadi UU No. 10 Tahun 1998. kebijakan perundang-undangan ini diperkuat oleh Keputusan Menteri Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia No. 53/BH/KDK 13.32/1.2/XII/1998, pengesahan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi No. 165/PAD/KDK 13.32/1.2/V/1999, serta izin usaha dari Menteri Keuangan untuk beroperasi dengan prinsip bagi hasil seperti bank perkreditan rakyat (BPR) Syariah.






Perbedaan Perbankan Syariah dan Konvensional


Secara garis besar hal-hal yang membedakan antara bank konvensional dengan bank syariah adalah sebagai berikut:

No.

Bank Konvensional

Bank Syariah

1.

Bebas nilai

Berinvestasi pada usaha yang halal

2.

Sistem bunga

Atas dasar bagi hasil, margin keuntungan dan fee

3.

Besaran bunga tetap

Besaran bagi hasil berubah-ubah tergantung kinerja usaha

4.

Profit oriented (kebahagiaan dunia saja)

Profit dan falah oriented (kebahagiaan dunia dan akhirat)

5.

Hubungan debitur-kreditur

Pola hubungan:

1.    Kemitraan (musyarakah dan mudharabah)

2.    Penjual – pembeli (murabahah, salam danistishna)

3.    Sewa menyewa (ijarah)

4.    Debitur – kreditur; dalam pengertian equity holder (qard)

6.

Tidak ada lembaga sejenis dengan Dewan Pengawas Syariah

Ada Dewan Pengawas Syariah (DPS)

 




Perbedaan antara system bunga bank dengan prinsip bagi hasil bank syariah adalah sebagai berikut:

No.

Sistem Bunga

Sistem Bagi Hasil

1.

Asumsi selalu untung

Ada kemungkinan untung/rugi

2.

Didasarkan pada jumlah uang (pokok) pinjaman

Didasarkan pada rasio bagi hasil dari pendapatan/keuntungan yang diperoleh nasabah pembiayaan

3.

Nasabah kredit harus tunduk pada pemberlakuan perubahan tingkat suku bunga tertentusecarasepihakoleh bank, sesuai dengan fluktuasi tingkat suku bunga di pasar uang. Pembayaranbunga yang sewaktu-waktu dapat meningkat atau menurun tersebut tidak dapat dihindari oleh nasabah di dalam masa pembayaran angsuran kreditnya.

Margin keuntungan untuk bank (yang disepakati bersama) yang ditambahkan pada pokok pembiayaan berlaku sebagai harga jual yang tetap sama hingga berakhirnya masa akad. Porsi pembagian bagi hasil berdasarkan nisbah (yang disepakati bersama) berlaku tetap sama, sesuai akad, hingga berakhirnya masa perjanjian pembiayaan (untuk pembiayaan konsumtif)

4.

Tidak tergantung pada kinerja usaha. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat meskipun jumlah keuntungan berlipatganda saat keadaan ekonomi sedang baik

Jumlah pembagian bagi hasil berubah-ubah tergantung kinerja usaha (untuk pembiayaan berdasarkan bagi hasil)

5.

Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam

Tidak ada agama yang meragukan keabsahan bagi hasil

6.

Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi

Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama kedua pihak






 SIMPULAN

Bank Syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian. Di dalam bank syariah juga terdapat suatu badan yang tidak ada di dalam bank konvensional yaitu Dewan Pengawas Syariah. Dewan ini memiliki tugas untuk meneliti produk-produk baru bank syariah dan memberikan rekomendasi terhadap produk-produk baru tersebut serta membuat surat pernyataan bahwa bank yang diawasinya masih tetap menjalankan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

Pendirian Bank Syariah dan mendapatkan izin usaha berdasarkan prinsip syariah harus mendapatkan izin dari Direksi Bank Indonesia. Bank syariah pertama di Indonesia adalah Bank Muamalat. Bank Muamalat hingga sekarang telah berusaha menjalankan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan usahanya. Selain Bank Umum Syariah juga terdapat Unit Usaha Syariah (UUS).




 

 




TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA,,

FOLLOW BLOG ME 

Tidak ada komentar:

BREAKING NEWS || AKSI HEROIK TENTARA NASIONAL INDONESIA DI TIMUR TENGAH

  PENYELAMATAN TNI DI TIMUR TENGAH PENGUNGSI SURIAH HAI, GUYS SELAMAT DATANG KEMBALI KE BLOG SAYA. Kali ini kita dapat berita terbaru dengan...