PENDEKATAN SUPERVISI PENDIDIKAN
Pendekatan Supervisi Pendidikan
Dalam pendidikan salah satu hal yang
tidak bisa diabaikan adalah adanya supervisi. Supervisi penting keberadaanya
untuk mengawasi setiap pola dan kinerja seseorang yang bertujuan untuk efektif
dan efisiennya kegiatan di lembaga yang bersangkutan. Pada mulanya supervisi
hanya dipakai dalam lingkungan sekolah yaitu oleh kepala sekolah terhadap
guru-guru atau staf yang berada dibawahnya, seiring berjalannya waktu dan
berkembangnya pendidikan yang sarat dengan berbagai problema yang muncul, maka
kemudian supervisi meluas tidak hanya di lembaga pendidikan saja tetapi
berhubungan dengan pemerintahan yang menaungi pendidikan, semisal Kemendikbud
atau Kemenag dengan menjadikan seseorang sebagai supervisor dalam rangka
mengawasi kinerja dan segala bentuk kegiatan yang ada dalam proses belajar
mengajar di sekolah, terutama mengawasi tugas kepala sekolah.
Di sekolah, peran kepala sekolah
sangat berpengaruh terhadap mutu dan kualitas lembaganya, kepala sekolah juga
berperan sebagai supervisor, hal ini perlu dilakukan untuk mengawasi dan
mengevaluasi kinerja guru-guru dalam rangka perbaikan dan pengembangan
pembelajaran. Namun dalam hal ini kepala sekolah tidak mesti bersikap otoriter
terhadap bawahan (para guru), pengawasan yang diberikan kepala sekolah terhadap
guru adalah melalui pembinaan , pengarahan dan bimbingan yang baik terhadap
para guru dengan maksud meningkatkan profesionalisme guru dan menigkatkan kualitas
dan menjamin mutu pendidikan di lembaga tersebut baik dan berjalan efektif
sesuai dengan visi misi lembaga.
Dalam PP 19 tahun 2005, pasal 55,
Pengawas sekolah memiliki peran yang sangat signifikan dan strategis dalam
proses dan hasil pendidikan yang bermutu di sekolah, yaitu meliputi pemantauan,
supervisi, evaluasi, pelaporan dan tindak lanjut pengawas yang harus dilakukan
secara teratur dan berkesinambungan.
Kepala sekolah yang bertugas menjadi
supervisor, yaitu bertugas mengatur seluruh aspek kurikulum yang berlaku di
sekolah agar dapat memberikan hasil yang sesuai dengan target yang ditentukan.
Maju tidaknya suatu lembaga pendidikan ditentukan oleh peran kepala sekolah,
jika kepala sekolah dapat menjalankan tugasnya sebagai supervisor dengan baik
maka lembaga pendidikan yang dipimpinnya dapat berjalan baik, supervisi
pendidikan memberikan pengaruh besar terhadap perubahan dan perbaikan
pendidikan, baik dari perbaikan kurikulum, model pembelajaran yang efektif
dikelas sehingga tidak menimbulkan kejenuhan pada peserta didik karena guru
yang mengajar dapat menemukan teori-teori dan cara baru dalam mengembangkan
proses belajar mengajar yang baik.
Kepala sekolah yang mempunyai fungsi
sebagai supervisor harus benar-benar memahami tugas sebagai supervisi, sehingga
tidak muncul kecemburuan sosial dikalangan intern terhadap kepala sekolah.
Kepala sekolah hendaknya bersikap terbuka kepada guru dan melibatkan guru dalam
setiap perencanaan yang hendak dilakukan kepala sekolah dalam mensupervisi
bawahan (para guru), sehingga guru sebagai objek dapat memahami tugasnya dan
dapat melakukan perbaikan-perbaikan demi meningkatkan kualitas dan mutu
pendidikan yang baik untuk kedepannya. Maka dapat dipastikan jika hal ini yang
terjadi guru tidak perlu merasa risau atau takut karena diawasi, justru hal ini
membantu terhadap perbaikan proses belajar mengajar dan meningkatkan
profesinalisme dan kinerja yang baik.
Dengan demikian, supervisi
pendidikan bermaksud meningkatkan kemampuan profesional dan teknis bagi guru,
kepala sekolah dan personel sekolah lainnya agar proses pendidikan di sekolah
lebih berkualitas, terutama supervisi pendidikan dilakukan atas dasar
kerjasama, partisipasi dan kolaborasi, bukan berdasarkan paksaan dan kepatuhan,
pada akhirnya dapat menimbulkan kesadaran, inisiatif dan kreatif personel
sekolah.
Istilah supervisi berasal dari
bahasa latin “supervideo”, artinya mengawasi atau menilai kinerja bawahan.
Mulyasa seperti dikutip oleh Wahyudi menjelaskan bahwa dalam pelaksanaannya
sering digunakan secara bergantian dengan istilah pengawasan, pemeriksaan dan
inspeksi. Pengawasan dapat diartikan sebagai proses untuk menjamin bahwa
tujuan-tujuan organisasi dan management tercapai, juga diartikan suatu kegiatan
untuk melakukan pengamatan agar pekerjaan dilakukan sesuai dengan ketentuan.
Pemeriksaan dimaksudkan untuk melihat suatu kegiatan yang dilaksanakan telah
mencapai tujuan. Sedangkan inspeksi dimaksudkan untuk mengetahui kekurangan-kekurangan
atau kesalahan yang perlu diperbaiki dalam suatu pekerjaan.
Menurut Sutisna dikutip oleh Wahyudi
bahwa secara umum supervision diberi arti sama dengan direction atau pengawasan
dan ada kecenderungan untuk membatasi pemakaian istilah supervisor pada
orang-orang yang berada dalam kedudukan yang lebih bawah dalam hirarki
management.
Supervisi terutama sebagai bantuan
yang berwujud layanan profesional yang dilakukan oleh kepala sekolah, penilik
sekolah dan pengawas serta supervisor lainnya untuk meningkatkan proses dan
hasil belajar, maka banyak pakar yang memberikan batasan supervisi sebagai
bantuan kepada staff untuk mengembangkan situasi pembelajaran yang lebih baik.
Supervisi merupakan suatu proses
yang dirancang secara khusus untuk membantu para guru dan supervisor agar dapat
menggunakan pengetahuan dan keterampilannya dalam memberikan layanan kepada
orang tua peserta didik dan sekolah. Supervisi tidak hanya membatu guru dalam
meningkatkan kemampuan mengajar, tapi juga menambah pengetahuan bagi supervisor
secara sinergi menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif.
Dengan istilah yang berbeda Supandi
mengartikan supervisi pendidikan adalah bantuan yang diberikan kepada personel
pendidikan untuk mengembangkan proses pendidikan yang lebih baik. Personel
pedidikan dimaksud meliputi; kepala sekolah, guru dan petugas sekolah lainnya
termasuk staf administrasi. Dalam menjalankan tugasnya personel sekolah sering
menghadapi masalah-masalah pendidikan, oleh karena itu pengawas sekolah perlu
melakukan bimbingan dan pengarahan dalam bidang administratif maupun akademik
khususnya perbaikan pada aspek pengelolaan pengajaran yang dilakukan guru.
Salah satu amanat ketetapan amanat
MPR RI Nomor IV tahun 1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN),
bahwa meningkatkan kemampuan akdemik dan profesional serta meningkatkan jaminan
kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi
secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti
agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud supervisi Pendidikan adalah bantuan yang diberikan oleh
seorang supervisor, baik kepada Kepala Sekolah, guru dan tenaga ahli pendidik
lainnya melalui pengawasan untuk mencapai tujuan, pengarahan dan bimbingan
dalam rangka meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan yang tinggi serta
perbaikan dalam proses belajar-mengajar yang lebih efektif dan efisien. Yang
menjadi supervisor dalam lembaga pendidikan adalah kepala sekolah yang berperan
dan bertanggung jawab dalam mengawasi kinerja bawahannya (guru dan Staf
administrasi). Hal ini dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam
mengajar.
Seperti telah dijelaskan di atas,
kata kunci dari supervisi ialah memberikan layanan dan bantuan kepada
guru-guru, maka tujuan supervisi adalah memberikan layanan dan bantuan untuk
mengembangkan situasi belajar mengajar yang dilakukan guru di kelas yang pada
gilirannya dapat meningkatkan kualitas belajar siswa.
Secara umum, pembinaan guru atau
supervisi pendidikan bertujuan untuk memberikan bantuan dalam mengembangkan
situasi belajar mengajar yang lebih baik, melalui usaha peningkatan profesional
mengajar, menilai kemampuan guru sebagai pendidik dan pengajar dalam bidang
masng-masing guna membantu mereka melakukan perbaikan dan pembinaan dalam
rangka meningkatan kualitas pendidikan. Dalam rumusan yang lebih rinci,
Djajadisastra mengemukakan tujuan pembinaan guru atau supervisi sebagai berikut
:
·
Memperbaiki
tujuan Khusus mengajar guru dan belajar siswa;
·
Memperbaiki
materi (bahan) dan kegiatan belajar mengajar;
·
Memperbaiki
metode, yaitu cara mengorganisasi kegiatan belajar megajar;
·
Memperbaiki
penilaian atas media;
·
Memperbaiki
penilaian proses belajar dan hasilnya;
·
Memperbaiki
pembimbingan siswa atas kesulitan belajarnya;
·
Memperbaiki
sikap guru atas tugasnya
Dalam buku Pedoman Supervisi PGAN
sebagai acuan atau landasan pelaksanaan supervisi Pendidikan Guru Agama Negeri
(PGAN) menyebutkan bahwa tujuan supervisi ialah mengembangkan situasi
belajar-mengajar yang lebih baik melalui pembinaan dan peningkatan profesi.
Situasi belajar yang lebih baik dapat dicapai melalui pembinaan/ peningkatan
kemampuan guru dalam proses penyusunan program pengajaran, penyampain bahan
pelajaran dengan sistem tertentu kepada siswa. Hal ini dengan jelas tercantum
dalam Undang-undang tentang pendidikan dan pengajaran No. 12 tahun 1945 Bab XVI
pasal 27 yang berbunyi : “Pengawas pendidikan dan pengajaran berarti memberi
pimpinan kepada para guru untuk mencapai kesempurnaan pekerjaannya.
Menurut Sahertian dan Mataheru
tujusn supervisi ialah:
- · Membantu guru melihat dengan jelas tujuan-tujuan pendidikan.
- · Membantu guru dalam membimbing pengalaman belajar murid.
- · Membantu guru dalam menggunakan sumber-sumber pengalaman belajar.
- · Membantuguru dalam menggunakan metode ataualat pembelajaran.
- · Membantu guru dalam memenuhi kebutuhan belajar murid.
- · Membantu guru dalam menilai kemajuan murida dan hasil pekerjaan guru.
- · Membantu guru dalam membina reaksi mental atau moral kerja guru dalam rangka pertumbuhan pribadi dan jabatan mereka.
- · Memabantu guru baru di sekolah sehingga mereka merasa gembira dengan tugas yang diperoleh.
- · Membantu guru agar lebih mudah mengadakan penyesuaian terhadap masyarakat dan cara-cara memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar.
- · Membantu guru agar waktu dan tenaga tercurahkan sepenuhnya dalam pembinaan sekolahnya.
- Dengan demikian tujuan supervisi pendidikan meningkatkan kemampuan profesional dan teknis bagi guru, Kepala Sekolah dan personel sekolah lainnya agar proses pendidikan di sekolah berkualitas. Supervisi pendidikan dilakukan atas dasar kerjasama, partisipasi dan kolaborasi bukan karena paksaan.
C.
Fungsi
Supervisi Pendidikan
Fungsi diartikan sebagai tugas aktif
dari kegiatan supervisi yang dilakukan oleh orang yang berkedudukan sebagai
supervisor. Herabuddin mengatakan bahwa fungsi dari supervisi pendidikan adalah
untuk memotivasi idealisme para guru dan mengupayakan fasilitas begitu juga
sebagai media pembelajaran yang akomodatif agar proses pembelajaran berjalan
lancar dan sempurna.
Pendekatan
Supervisi Pendidikan
Ada beberapa pendekatan yang dapat
dilakukan oleh seorang supervisor, hal ini tentu lebih memudahkan supervisor
ketika mensupervisi bawahannya, supervisor dapat memilih pendekatan mana yang
akan digunakan sesuai dengan kondisi lembaga yang bersangkutan, karena setiap
pendekatan dalam supervisi pendidikan memiliki karakteristik yang berbeda.
Pemilihan yang tepat bergantung pada masalah yang dihadapi dan tujuan yang
hendak dicapai.
Menurut Piet A. Suhertian, ada
beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam supervisi yaitu pendekatan
direktif, pendekatan non-direktif dan pendekatan kolaboratif, ketiga pendekatan
tersebut bertitik tolak pada teori psikologi belajar, berikut ini penjelasan
ketiga pendekatan tersebut.
1. Pendekatan
Direktif (langsung).
a.
Pengertian
Pendekatan Direktif (langsung)
Pendekatan ini lahir dari teori psikologi
behaviorisme yaitu segala perbuatan berasal dari rileks, atau respons terhadap
rangsangan/stimulus. Maka dari itu guru yang mempunyai kekurangan perlu
diberikan rangsangan agar ia bisa bereaksi dengan penguatan (reinforcement) atau
hukuman (punishment).
Adapun
langkah-langkah pendekatan direktif yaitu : menjelaskan, menyajikan,
mengarahkan, memberi contoh, menetapkan tolok ukur, dan menguatkan. Dan
disimpulkan oleh Sri Banun Muslim dengan istilah prilaku supervisiyaitu: demonstrating
(menunjukkan), directing (mengarahkan), standizing (mempersiapkan)
dan reinforcing (memperkuat).
Dengan
demikian, Supervisor menjadi central yang menentukan perbaikan pada guru,
supervisor harus aktif, kreatif, dan inovatif dalam memperbaiki cara mengajar
guru, sehingga guru tidak merasa di dikte dalan mengembangkan kemampuannya dan
kreativitasnya.
Pada
dasarnya supervisi pendidikan Islam adalah usaha pembinaan pendidik Islam untuk
meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan Islam serta profesionalismenya. Maka
dapat disimpulkan bahwa tujuan supervisi pendidikan Islam adalah untuk
meningkatkan kualitas pendidikan Islam yang hal itu dilakukan dengan
memperbaiki pengajaran. Untuk mencapai tujuan tersebut secara efektif, Sri
Banun mengemukakan, bahwa supervisi bukan hanya menyangkut penggunaan metode
dan teknik supervisi tetapi juga menyangkut pilihan pola yang tepat yang
tergambar dari pendekatan supervisi yang dipergunakan.
Maka dari
itu, terdapat pendekatan yang salah satunya adalah pendekatan direktif.
Pendekatan direktif adalah cara pendekatan terhadap masalah yang bersifat
langsung. Pendekatan ini berangkat dari landasan psikologi behavioristik. Dalam
pandangan psikologi ini, belajar dilakukan dengan kontrol instrumental
lingkungan. Dengan demikian, menurut pandangan psikologi ini, seseorang akan
belajar dan berhasil belajarnya, manakala senantiasa dikondisikan dengan baik
dalam lingkungan tertentu. Jadi manusia diberi stimulus agar dapat memberikan
respon.
Pandangan
behavioristik supervisi pengajaran sebenarnya juga dikembangkan dari pandangan
behavioristik tentang belajar. Jika tanggung jawab guru dalam mengembangkan
dirinya sendiri sangat rendah, dibutuhkan keterlibatan yang tinggi dari supervisor.
Atau dengan kata lain,, tanggung jawab supervisor haruslah tinggi. Dengan
demikian, guru akan dapat dikondisikan sedemikian, sehingga mereka dapat
mengembangkan dirinya dengan baik.
Dalam
statemen lain, pendekatan direktif ini cocok untuk diterapkan dalam guru yang
mempunyai prototipe tidak bermutu. Maksudnya guru tersebut mempunyai daya
abstrak rendah dan komitmen rendah. Apabila guru sudah dalam keadaan yang
demikian ini, dan hal ini hampir mayoritas terjadi pada guru-guru madrasah yang
berada di daerah terpencil, maka supervisi yang diterapkan adalah supervisi
pendidikan Islam dengan pendekatan direktif.
Hal yang
membedakan dari supervisi pendidikan Islam dengan pendekatan direktif adalah
supervisi ini tidak mengambil titik tolak dari psikologi behavioristik akan
tetapi dari al-Qur’an dan al-hadits. Supervisi ini mencontoh perilaku
Rasulullah saw dalam mengajari sahabatnya secara langsung. Misalnya perilaku
Rasulullah dalam mengajari sahabatnya masalah shalat, makan, tata krama, akhlak
dan kegiatan sehari-hari.
.
Perilaku Pokok Supervisi Dengan Pendekatan Direktif
Supervisi
dengan pendekatan ini, menuntut supervisor yang banyak bicara dan berkomentar.
Supervisor sedikit sekali memberikan pujian dan semangat yang mendorong guru.
Supervisi dengan pendekatan ini didasarkan asumsi bahwa mengajar terdiri dari
beberapa ketrampilan teknis dengan standar dan kompetensi yang telah
ditetapkan. Menurut Glickman, seperti yang dikutip Sahertian, adalah sebagai
berikut:
1) Menjelaskan
2) Menyajikan
3) Mengarahkan
4) Memberi contoh
5) Menetapkan tolok ukur
6) Menguatkan.
Pada
pendekatan ini, supervisor mengarahkan kegiatan untuk perbaikan pengajaran dan
menetapkan standar perbaikan pengajaran dan penggunaan standar tersebut harus
diikuti oleh guru. Tanggung jawab proses sepenuhnya berada ditangan supervisi,
sedangkan tanggung jawab guru rendah. Sehingga biasanya supervisor mengeluarkan
perintah kepada guru untuk lebih meningkatkan profesionalitasnya dan
mendiskusikannya apabila mengalami masalah.
Madhi menyatakan tata cara mengeluarkan perintah
ada dua cara:
Pertama, memberikan perintah dengan keyakinan tanpa keraguan yang berdampak pada kecepatan merespon dan melaksanakan tugas; dan
kedua, menggunakan ungkapan positif (itsbat) lebih efektif daripada ungkapan negatif (nafy). Tata cara perintah yang pertama memantapkan langkah para guru untuk melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas, sedangkan tata cara perintah kedua itu memastikan pekerjaan/tugas yang harus dikerjakan guru lantaran menggunakan itsbat.
Perilaku
supervisor sebagaimana yang dijelaskan Glikcman dan diperkuat oleh Madhi
tersebut dilakukan secara bertahap. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam, bahwa
perubahan itu hendaknya dilakukan dengan bertahap. Proses pentahapan pembinaan
tersebut dalam Islam terjadi ketika seorang pendidik membimbing anak yang sudah
masuk usia shalat. Tahapan pembinaan anak ketika anak sudah masuk usia tujuh
tahun sama dengan pelaksanaan supervisi direktif, dan dilanjutkan ketika anak
berumur 10 tahun, yaitu ketika anak meninggalkan shalat anak dipukul atau
diberi hukuman. Hal tersebut juga sama ketika seorang guru berhasil
meningkatkan profesionalitasnya, maka guru tersebut diberi reward dan
sebaliknya jika guru tetap dalam ketidakmampuannya melakukan inovasi
pembelajaran, guru diberi punishment. Namun, punishment disini
adalah yang mampu mendidik guru untuk lebih giat berusaha meningkatkan
profesionalitasnya.
Hal yang
perlu dicatat adalah umat Islam itu mempunyai banyak bahan, namun miskin teori,
karena miskin metodologi atau epistemologi. Sebenarnya sudah banyak bahan yang
tersebar, dan penulis hanya mengqiyaskan salah satunya supaya menjadi teori
supervisi pendidikan Islam.
Aplikasi Supervisi
Pendekatan Direktif Dalam Supervisi Klinik
Supervisi
klinis disebut juga supervisi kelas adalah “suatu bentuk bimbingan atau bantuan
profesional yang diberikan kepada guru berdasarkan kebutuhan guru melalui siklus
yang sistematis untuk meningkatkan proses belajar mengajar”. Pelaksanaannya
didesain dengan praktis serta rasional. Baik desainnya maupun pelaksanaannya
dilakukan atas dasar analisis data mengenai kegiatan-kegiatan di kelas.
Dalam
pelaksanaan supervisi klinis, terdapat tujuan-tujuan yang dirumuskan, antara
lain:
1) Membantu
guru meningkatkan kemampuan mengajarnya, terutama kepercayaan atas kemampuannya
serta kemampuan menerapkan ketrampilan dasar mengajar.
2) Memberi
balikan yang obyektif atas perilaku guru dalam mengajar di kelas.
3) Membantu
guru menganalisis, mendiagnosis serta mencari alternatif pemecahan masalah yang
dihadapi guru di kelas.
4) Membantu
guru meningkatkan kemampuan dan sikap positifnya secara terus menerus dan berkelanjutan.
Terdapat
berbagai faktor yang mendorong dikembangkannya supervisi klinis, antara lain
sebagaimana dikemukakan oleh Mufidah:
1) Dalam
kenyataan yang dikerjakan supervisi ialah mengadakan evaluasi guru-guru semata.
Di akhir satu semester guru-guru mengisi skala penilaian yang diisi peserta
didik mengenai cara mengajar guru. Hasil penilaian diberikan kepada guru-guru,
tapi tidak dianalisis mengapa sampai guru-guru dalam mengajar hanya mencapai
tingkat penampilan seperti itu. Cara ini menyebabkan ketidakpuasan guru secara
tersembunyi.
2) Pusat
pelaksanaan supervisi adalah supervisi, bukan berpusat pada apa yang dibutuhkan
guru, baik kebutuhan profesional sehingga guru-guru tidak merasa memperoleh
sesuatu yang berguna bagi pertumbuhan profesinya.
3) Dengan
menggunakan merit rating (alat penilaian kemampuan guru), maka
aspek-aspek yang diukur terlalu umum. Sukar sekali untuk mendeskripsikan tingkah
laku guru yang paling mendasar seperti yang mereka rasakan, karena diagnosisnya
tidak mendalam, tapi sangat bersifat umum dan abstrak.
4) Umpan balik
yang diperoleh dari pendekatan sifatnya memberi arahan, petunjuk, instruksi,
tidak menyentuh masalah manusia yang terdalam yang dirasakan guru-guru,
sehingga hanya bersifat di permukaan.
5) Tidak
diciptakan hubungan identifikasi dan analisis diri, sehingga guru-guru melihat
konsep dirinya.
6) Melalui
diagnosis dan analisis dirinya sendiri guru menemukan dirinya. Ia akan sadar
kemampuan dirinya dengan menerima dirinya dan timbul motivasi dari dalam
dirinya sendiri untuk memperbaiki dirinya sendiri. Praktek-praktek
supervisi yang tidak manusiawi itu menyebabkan kegagalan dalam pemberian supervisi
klinis.
Prinsip-prinsip
supervisi klinis, antara lain:
1) Supervisi
klinis yang dilaksanakan harus berdasarkan inisiatif dari para guru lebih
dahulu. Perilaku supervisor harus demikian taktis sehingga guru-guru terdorong
untuk berusaha meminta bantuan dari supervisor.
2) Ciptakan
hubungan manusiawi yang bersifat interaktif dan rasa kesejawatan
3) Ciptakan
suasana bebas dimana setiap orang bebas mengemukakan apa yang dialaminya.
Supervisor berusaha untuk apa yang diharapkan guru.
4) Objek kajian
adalah kebutuhan profesional guru yang riil yang mereka sungguh alami.
5) Perhatian
dipusatkan pada unsur-unsur yang spesifik yang harus diangkat untuk diperbaiki.
Sebenarnya
dari sekian banyak model supervisi pendidikan yang sesuai dan layak diterapkan
dalam pendidikan Islam adalah model supervisi klinis. Hal tersebut karena
sebenarnya supervisi model klinis tersebut sudah ada dalam ajaran Islam yaitu
dalam hadits. Dalam masalah menjawab jawaban orang yang bertanya, dalam satu
pertanyaan yang dilontarkan oleh orang yang berbeda, Nabi menjawabnya dengan
berbeda-beda juga. Hal tersebut karena Nabi memperhatikan keadaan orang yang
minta wasiat, dan beliau memberikan sesuatu yang lebih dibutuhkan oleh orang
yang minta wasiat tersebut. Maka keadaannya sama dengan keadaan dokter dan
pasiennya, pasien diberi obat yang dibutuhkannya. Konsep Islam ini sebenarnya
merupakan konsep yang sudah ada sejak zaman Nabi yang publikasinya sudah lebih
dahulu dari konsep supervisi pendidikan klinis. Namun umat Islam tidak
menyadari akan adanya hal tersebut karena miskin epistemologi.
Sebenarnya
konsep supervisi pendidikan Islam dengan pendekatan direktif akan lebih bagus
hasilnya jika diterapkan dengan menggunakan model klinis, yang sesuai dengan
ajaran Islam. Proses penerapan pendekatan tersebut adalah sebagai berikut:
1)
Tahap pre
conference, supervisor menerima aduan dari guru yang bermasalah kemudian
mengklarifikasikan dan membicarakan bersama, dan supervisor memberikan contoh
atau gagasan yang dipresentasikan di depan guru tersebut.
2)
Tahap
observasi, supervisor melakukan observasi untuk melihat kerja guru untuk
meneliti apakah guru ini mengadakan perubahan atau peningkatan.
3)
Tahap post
conference, supervisor melakukan feetback atas hasil observasi dan
mendemonstrasikan jika masih ada yang kurang, kemudian menetapkan standar dan
memberikan insentif atau menyatakan bahwa guru tersebut telah berhasil apabila
hasil observasi sudah memuaskan dan positif.
Dengan
melakukan tahap-tahap di atas, dan dilakukan dengan penuh kesabaran tanpa
adanya amarah dan demi mengharap ridho dan pertolongan Allah, maka insya Allah
supervisi dengan pendekatan direktif dalam lembaga pendidikan Islam mampu
diterapkan dengan baik. Semuanya bergantung pada peran kepala madrasah atau
kepala lembaga yang bertindak sebagai supervisor. Jadi supervisor harus
mempunyai jiwa rekonstruksi dan selalu bertaqwa kepada Allah.
Demikian
rekonstruksi konsep pembinaan guru dalam pendidikan Islam dengan
pendekatan direktif yang dapat penulis kemukakan. Apabila terdapat
ketidaksetujuan atau saran, penulis menerimanya dengan hati terbuka.
Pendekatan
Non-direktif (tidak Langsung)
a.
Pengertian
Pendekatan Non-direktif (tidak Langsung)
Pendekatan
ini lahir dari pemahaman psikologi humanistik, yang sangat menghargai orang
yang akan dibantu, dengan mendengar permasalahan. Dengan demikian pendekatan
non-direktif yaitu cara pendekatan terhadap permasalahan yang bersifat tidak
langsung. Supervisor tidak secara langsung menunjukkan permasalahan, tapi
terlebih dahulu mendengarkan secara aktif apa yang dikemukakan guru. Supervisor
memberikan sebanyak mungkin kepada guru untuk mengemukakan permasalahan yang
dialami, oleh karena itu kepribadian guru yang dibina begitu dihormati. Selain
itu menurut Sri Banun Muslim, bahwa guru harus mampu memecahkan masalahnya
sendiri. Peranan supervisor disini adalah mendorong/membangkitkan kesadaran
sendiri dan pengalaman-pengalaman guru diklasifikasikan. Pendekatan ini dilebih
tepat digunakan terhadap guru yang proesional. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa pada pendekatan non-direktif ini guru menjadi central yang
menentukan perbaikan pada dirinya sendiri. Supervisor hanya membantu, mendorong
guru agar mampu mengembangkan kemampuannya dan kreativitasnya.
Adapun
langkah-langkah pendekatan non-direktif yaitu : mendengarkan,
memberikan penguatan, menjelaskan, menyajikan dan memecahkan masalah. Dan
disimpulkan oleh Sri Banun Muslim dengan istilah prilaku supervisi, yaitu
meliputi: listenning (mendengarkan), clarifying (mengklarifikasi),
encouriging (mendorong), presenting (menyajikan), problem
solving (memecahkan masalah), negotiating (negosiasi), demonstrating
(menunjukkan), directing (mengarahkan), standadizing (menyiapkan)
dan reinforcing (memperkuat).
Secara
etimologi pendekatan memiliki arti usaha mendekati. Sedangkan supervisi
pendidikan secara terminologi didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan untuk
membantu personel sekolah dalam meningkatkan kemampuannya sehingga lebih mampu
mempertahankan dan melakukan perubahan penyelenggaraan sekolah dalam rangka
meningkatkan pencapaian tujuan sekolah. Sedangkan kata non direktif bila
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia artinya tidak langsung.
Pendekatan
tidak langsung (non direktif) adalah cara pendekatan terhadap
permasalahan yang sifatnya tidak langsung. Sehingga perilaku supervisor tidak
secara langsung menunjukkan permasalahan, tapi ia terlebih dulu mendengarkan
secara aktif apa yang dikemukakan oleh guru.
Mengacu pada
definisi supervisi non direktif diatas, apabila kita kaitkan dengan konsep
Islam, maka sesungguhnya Islam telah mewajibkan setiap individu untuk
mengevaluasi proses pembentukan pribadi dan perbaikannya, dengan seluruh
tindakannya. Islampun telah menetapkan bahwa dialah yang pertama harus
bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri. Rasulullah saw bersabda “Evaluasilah
diri kalian sebelum kalian dimintai pertanggungjawaban (oleh Allah)…”.
|
Dari bagan
Glickman di atas diperoleh informasi bahwa:
1) Pada
kuadaran I:
Daya
Abstaksi (A+) dan Komitmen (K+) artinya guru tersebut terkategori professional
dan berhak mendapatkan supervisi non direktif.
2) Pada kudran
II:
Abstaksi
(A+) dan Komitmen (K-) artinya guru tersebut suka mengkritik sehingga layak
mendapatkan supervisi kolaburatif.
3) Pada kuadran
III:
Abstaksi
(A-) dan Komitmen (K+) artinya guru tersebut guru yang sibuk dan layak
mendapatkan supervisi kolaburatif.
4) Pada kuadran
IV:
Abstaksi
(A-) dan Komitmen (K-) artinya guru tersebut tidak bermutu dan tepatnya diberi
supervisi direktif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar